Jazz my music

Jazz my music

Senin, 26 September 2011

KONSER MUSIK KUA ETNIKA – VERTIGONG ORANG JAWA MAIN JAZZ DI TAMAN ISMAIL MARZUKI JAKARTA

Setelah lama tidak manggung dengan produksi karya terbaru, kelompok musik dari komunitas seni Kua Etnika akan menyelenggarakan konser. Rencana pergelaran akan diadakan di dua kota yaitu : Jakarta pada tanggal 7 & 8 Mei 2008 pukul 20.00 di Gedung Graha Bhakti Budaya Taman Izmail Marzuki dan Yogyakarta pada tanggal 14 Mei 2008 pukul di Gedung Societed Taman Budaya Yogyakarta.
“Pada konser kali ini, kita akan memberikan kesempatan kepada mas Purwanto untuk mempresentasikan karya-karyanya sekaligus men-jumeneng-kan kapasitas dan keberadaan mas Purwanto sebagai musikus juga komponis”, kata Djaduk Ferianto penggagas konser & jendralnya Kua Etnika.

Orang Jawa Main Jazz
Pada Konser Musik Vertigong ini, akan dikembangkan satu spirit yang berangkat dari pertemuan antara music berbasis tradisi (Jawa) dengan spirit Jazz. Dua wilayah musik itu menjadi basis ide kreatif untuk melahirkan komposisi-komposisi yang dinamis, yang memberikan ruang bagi tekhnikalitas permainan sekaligus pencapaian harmoni antar keduanya.

Sumber : http://www.wartajazz.com/news/beyond-jazz/2008/05/01/konser-musik-kua-etnika-vertigong-orang-jawa-main-jazz-di-taman-ismail-marzuki-jakarta/

Era Bebop tahun 1940 – Kembalinya Expresi dan Jati Diri Jazz

Revolusi dan Pengembangan Bebop




















Pada akhir tahun 40-an dan memasuki era tahun 50-an dominasi gaya bebop yang identik dengan gaya Charlie Parker semakin kuat dan banyak mendominasi gaya permainan musik jazz dan musisi-musisi pada era tersebut. Tapi hal ini malah kemudian menimbulkan problem yaitu musik jazz malahan terlihat jadi mulai melemah, statis dan kurang bergairah dalam hal kreatifitas dan musikalitas, bahkan seorang kritisi jazz Alan Rich menulis dalam bukunya di tahun 50-an bahwa jazz saat itu adem dan kurang darah alias melemah. Ternyata hal tersebut juga dirasakan oleh beberapa musisi yang kemudian berusaha bagaimana mencari suatu “bahasa baru” tanpa mengabaikan dan meninggalkan pengaruh-pengaruh dari Charlie Parker dengan kata lain mereka berpikir harus ada suatu pengembangan dari musik Bebop itu sendiri dan di dekade tahun 50-an inilah dimulai revolusi musik Bebop.
Dimulai dari sebuah ruangan di West 55th Street yang merupakan tempat tinggal Gil Evans beberapa musisi dan komposer sering berkumpul dan melakukan diskusi sambil memdengarkan selain musik jazz dari Charlie parker, Lester Young, Duke Ellington dan lain-lain adalah musik-musik dari para komposer modern seperti Alban Berg, Ravel, Debussy, John Cage, Morton Feldman, La Monte Young dan beberapa komposer modern lainnya. Para musisi itu antara lain Gil Evans, Miles Davis, George Russell dan Gunther Schuller, mereka kemudian banyak menciptakan suatu inovasi-inovasi baru dalam musik jazz, Gil Evans dan Miles Davis menciptakan suasana baru dalam musik jazz dengan gaya Cool Jazz, George Russell menciptakan suatu teori Lydian Chromatic Concept of Tonal Organization dan Gunther Schuller bersama pianis John Lewis mengembangkan gaya Third Stream. Selain itu muncul pula beberapa musisi yang juga memberi suatu energi baru pada musik bebop yaitu seorang pemain drums bernama Art Blakey dan pianis Horace Silver yang mengembangkan gaya permainan Hard Bop yang merupakan perpaduan antara ekpsresi bebop dan pembaharuan dari Cool Jazz. Dan banyak nama-nama yang menonjol dalam gaya Hard Bop ini antara lain pianis Tommy Flanagan, pemain trumpet Lee Morgan, Clifford Brown dan Donald Byrd, pemain trombone J.J. Johnson, gitaris Wes Montgomery, pemain saxophone Sonny Rolins, Joe Henderson, Cannonball Adderly dan Hank Mobley.

Sumber : http://www.wartajazz.com/news/2007/08/11/jazz-era-tahun-50-an-cool-jazz-third-stream-hardbop-sampai-modal-jazz/

Wynton Marsalis & Eric Clapton – Wynton Marsalis & Eric Clapton Play the Blues

Setelah beraksi duet bersama ikon musik Amerika Willie Nelson dalam Two Men with the Blues (Blue Note Records, 2008) beberapa tahun silam, kini pendekar trumpet Wynton Marsalis kembali hadir lewat hembusan blues memikat. Rekan duetnya kali ini adalah gitaris-pelagu Eric Clapton yang namanya telah melegenda. Album ini adalah rekaman live mereka di Jazz at Lincoln Center, New York, April lalu.
Wynton Marsalis & Eric Clapton Play the Blues mencantum sepuluh nomor blues kenamaan, mulai dari blues tradisional, New Orleans, boogie-woogie, hingga gubahan Eric yang mendunia, “Layla.” Tambah seru dengan sajian apik personil Jazz at Lincoln Center Orchestra pada rhythm section. Pembuka konser adalah “Ice Cream” yang jenaka, goyangan iramanya tak tertahankan. Eric sebagai pemandu lagu, sedangkan Wynton tampil memukau seperti biasanya. Anggota band lain turut pula berkontribusi signifikan lewat lincahnya semburan klarinet Victor Goines maupun petikan banjo Don Vappie.
Erangan khas Howlin’ Wolf ikut disuarakan Eric atas nomor “Forty-Four,” kalau mau bergabung dalam ritual blues khas Dixieland, simaklah “Joe Turner’s Blues” yang menampilkan sensitifitas jentikan gitar Eric bersambung lenguhan klarinet. Alunan swing menghiasi nomor “The Last Time” serta kental geliat boogie-woogie dalam “Kidman Blues.”
Aksi cabikan gitar Eric berpadu liarnya repetan trumpet Wynton memandu trek “Careless Love,” pula tembang “Layla” yang teraransir blues tradisional oleh sang trumpeter. Ternyata lagu itu bukanlah permintaan Eric, melainkan si pembetot kontrabas Carlos Henriquez. Selepas itu, penggitar yang dahulu tenar lewat band Cream dan The Yardbirds tersebut berujar, “saya agak terintimidasi berada di tengah-tengah musisi jazz akademik,” candanya.
Sebagai kejutan adalah bintang tamu legenda blues Taj Mahal, ia menyanyi di lagu “Joliet Bound” yang bergaya delta blues, juga sentuhan gospel pada “Just a Closer Walk With Thee.” Wynton, Eric, dan Taj Mahal menuntaskan konser dengan tembang “Corrine, Corrina” lengkap dengan tukar-menukar improvisasi atraktif. Seperti diungkapkan Wynton, “kami ingin pertunjukan ini terdengar seperti orang yang memainkan musik yang mereka kenal dan sukai, alih-alih sebuah proyek,” tandasnya.

 

Corinne Bailey Rae Mampu Hangatkan JJF 2011

 Kualitas suara dan performance yang ditampilkan Corinne Bailey Rae di ajang International Java Jazz Festival mampu mengundang pasang mata menuju Hall D2 JiExpo Kemayoran, Jakarta. Bahkan ruang tersebut penuh sesak oleh penonton yang kebanyakan anak muda bersama pasangannya. Alhasil tak ada ruang lagi kala Corinne unjuk suara kali pertama sambil menenteng gitar.
Layaknya konser, Corinne pun berusaha berdialog di sela-sela lagu. Pun kala dia akan memetik gitar secara solo. Bahkan pada lagu The Sea, Corinne sempat memainkan alat musik sejenis kecapi elektronik sebagai pengiring. "So great you're sing along with me," ujarnya usai membawakan lagu Put Your Record On dan langsung disambut tepuk tangan,

Sebagai bagian performance, Corinne pun kerap melempar senyum kepada penonton, usai maupun sebelum menyanyikan lagu berikutnya. Suasana yang cukup dingin oleh pendingin ruangan seperti terasa hangat.


Swing Out Sister Sang Pamungkas

Dengan nuansa pop bercampur smooth jazz, Swing Out Sister menjadi remah terakhir.

Swing Out Sister menjadi sajian terakhir yang tonton penggemar jazz di Jakarta International Java Jazz Festival 2009. Swing Out Sister tampil di penghujung acara.
Swing Out Sister termasuk pengisi panggung dengan tiket spesial show JJF 2009. Swing Out Sister selalu disebut bersama dengan jajaran artis Jason Mraz, Peabo Bryson, Brian Mcknight, dan Laura Fygi


 Penampilan Swing Out Sister di malam pukul 00.30 WIB, Minggu 8 Maret 2009 memang layak ditunggu.  Swing Out Sister mulai tampil pukul 01.00 wib. Penonton bertepuk tangan pada band yang dimotori Colline Drewery dan Andy Cornell ini. Band asal Inggris yang dibentuk pada 1986 ini konon amat populer di Jepang. Kini mereka hadir ditengah pengunjung JJF 2009 membawakan lagu-lagu hits mereka.
Beberapa kali penonton bersorak dan bertepuk tangan sepanjang satu jam penampilan Swing Out Sister. Colline pun beberapa kali membungkukkan badan dan menghaturkan "Terima Kasih" dengan logat yang patah-patah atas sambutan hangat dan bersahabat para penonton.

Sumber : http://showbiz.vivanews.com/news/read/38014-swing_out_sister_sang_pamungkas

George Benson Obati Rindu Penonton Java Jazz

Java Jazz Festival 2011 telah memasuki hari terakhir. Di panggung utama, George Benson tampil memukau sekitar 2.000 penonton. Ini penampilan keduanya dalam ajang tahun ini, tapi peonton tetap saja membludak. Tapi di penampilan kedua Benson di ajang Java Jazz Festival, Arena PRJ, Kemayoran, jakarta Pusat, Minggu 6 Maret 2011.




Penonton pun dibuatnya bernyanyi dan bergoyang mengikuti irama yang dimainkan. Di sela-sela pertunjukkannya, tak lupa ia menyapa para penonton dan mengungkapkan kebahagiaannya menghibur masyarakat Indonesia.

George Benson terpesona melihat antusiasme penikmat musik yang tumpah ruah di D2 Axis Hall, kemarin. Terlepas dari pertunjukkan yang greget, ia begitu menikmati keriuhan di ruang pertunjukannya.

Sumber : http://artis-indonesia-news.blogspot.com/2011/03/george-benson-obati-rindu-penonton-java.html

Senin, 19 September 2011

Carlos Santana Tebarkan Cinta di Java Jazz


Pertunjukan gitaris legendaris Santana yang unjuk kebolehan di perhelatan Jakarta International Java Jazz Festival 2011 di JI Expo, Kemayoran, Jakarta









Ribuan penonton penuh sesak memadati ruang D2 Axis Hall. Aksi Santana yang mempertontonkan permainan gitarnya.Tentu hal ini menjadi momen paling ditunggu-tunggu penggemarnya, karena dianggap menebarkan cinta bagi para penggemarnya. Santana mulai menggoyang para penggemarnya  lewat lagu pertama yang dibawakan Lord’s Prayer. Terlihat penonton sangat menikmatinya. Lalu dilanjutkan dengan lagu Gypsy.
Penonton pun bersorak sorai dan hanyut dalam irama lagu ketika mendengar Maria Maria yang didendangkan. Mereka pun ikut menyanyikan sambil berjoget ria. Setelah itu dia mendendangkan lagu Foo Foo, Corazon Espinado, dan Jinggo.
Santana mengungkapkan musik sudah menjadi bagian hidupnya dan selalu tertantang memberikan terbaik.

Santana dikenal sebagai gitaris yang meretas pendekatan baru atas musik, termasuk jazz dan folk. Dia adalah saksi mata dari berkembangnya pergerakan kaum hippies di San Francisco.

Lelaki bernama lengkap Carlos Augusto Alves Santana ini mengungkapkan kebahagiaannya menjadi bagian pada pentas bergengsi itu. 

Sumber : http://www.suarapembaruan.com/hiburan/santana-tebarkan-cinta-di-java-jazz/4264

Solo City Jazz Festival


Musisi jazz nasional akan meramaikan pentas musik jazz Solo City Jazz, mulai malam ini, Jumat, 4 Desember 2009 di pasar tradisional Windujenar.

Dengan mengambil tema Jazz Up Batik pentas kali ini akan dihadiri musisi jazz nasional lintas generasi seperti Andien, Maya Hasan, Rindra Padi, Yovie Widianto Fusion hingga musisi jazz era 1980-an seperti Bintang Indrianto, Roedyanto Wasito, Donny Suhendra.
Selain akan dihadiri musisi jazz papan atas, pentas kali ini cukup menarik lantaran digelar di pasar tradisional. Akan hadiri juga musisi asal Solo seperti I Wayan Sadra dengan Sono Seni Ensemble, Temperente juga grup musik Clorophyl asal Yogyakarta.
Saat ini, tambah Gideon memang muncul tren gelaran musik jazz seperti di Yogya, Pekanbaru, Ambon. Tetapi jazz bukanlah sebuah trend. Justru gelaran musik jazz yang semakin membumi tersebut adalah wujud pembuktian diri bukan sebuah musik yang eksklusif.

Sumber : http://showbiz.vivanews.com/news/read/111153-malam_ini_musisi_jazz_nasional_gebrak_solo